SISTEM
DAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT MINANGKABAU DI NAGARI GUNUNG RAJO KABUPATEN
TANAH DATAR
Oleh:
ABDUL
AZIZ
16227/2010
Pendidikan
Sosiologi Antropologi
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas
Negeri Padang
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan kurnia-Nya serta taufik dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah dengan
judul “Sistem dan Struktur Sosial
Masyarakat Minangkabau di nagari gunung rajo Kabupaten Tanah Datar ”.
Makalah ini ditulis dalam rangka sebagai tugas mata
kuliah SSI. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing dan
rekan-rekan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis
menyadari bahwa makalah ini kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi setiap pembaca. Amiin
yaa rabbal aalamiin.
Padang,
25 Mei 2011
Abdul Aziz
i
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………….…………………. i
Daftar
Isi………………………………………………………………………………. ii
Bab I
Pendahuluan……………………………………………………………………. 1
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………….. 1
1.3 Rumusan
Masalah………………………………………………………. 1
1.4 Metode…………………………………………………………………… 2
Bab
II Pembahasan…………………………………………………………………. 3
2.1
Sistem Stratifikasi Masyarakat Nagari Gunung Rajo Kab.Tanah Datar… 3
2.2
Sistem Kekerabatan Masyarakat Nagari Gunung Rajo Kab.Tanah Datar… 4
2.3
Sistem Kebudayaan Masyarakat Nagari Gunung Rajo Kab.Tanah Datar… 6
2.3.1
Tatakrama Berbicara…………………………………………….. 7
2.3.2
Tatakrama Berpakaian…………………………………………… 7
2.4 Sistem
Kepemimpinan Nagari Gunung Rajo………………………………………. 7
Bab III Penutup………………………………………………………………………… 8
Daftar Pustaka………………………………………………………………………….. 9
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Indonesia
memiliki suku bangsa yang sangat beragam, karena setiap semua suku bangsa
memiliki kebiasaan dan kebudayaan yang beragam dan berbeda pula. Salah satunya
adalah suku bangsa Minangkabau yang dikenal memiliki beragam suku bangsa juga
di dalam suku tersebut. Dalam suku bangsa di Minangkabau memiliki sistem dan
struktur sosial yang beragam pula. Seperti di nagari Gunung Rajo sebuah nagari
di Kab.Tanah Datar.
Di Nagari Gunung
Rajo banyak kebiasan-kebiasaan dan kebudayaan serta adat istiadat yang bisa diinformasikan. Oleh karena itu,
penulis berupaya untuk memberikan informasi mengenai nagari ini mulai dari
sistem stratifikasi sosial atau lapisan sosial masyarakat nagari Gunung Rajo
hingga tatakrama yang dipakai dalam kehidupan bermasyarakat.
1.2
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini yaitu:
a.
Mendapatkan data tentang sistem kekerabatan, sistem lapisan sosial, serta
sistem kebudayaan masyarakat nagari
Gunung Rajo.
b.
Memaparkan dan memahami system kekerabatan, sitem lapisan sosial, serta sistem
kebudayaan masyarakat nagari Gunung
Rajo.
c.
Menjelaskan tentang kepemimpinan di Nagari Gunung Rajo
1.3
Rumusan
Masalah
Dalam makalah ini
penulis memiliki rumusan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Apakah bentuk dari
sistem lapisan masyarakat (stratifikasi sosial) masyarakat nagari Gunung Rajo
di kab. Tanah datar ?
2. Bagaimana sistem kekerabatan masyarakat nagari Gunung
Rajo di kab. Tanah datar ?
3. Bagaimana sistem
kebudayaan masyarakat nagari Gunung Rajo seta tata kramanya dalam kehidupan
bermasyarakat ?
4. Bagaimana system
pemerintahan di nagari Gunung Rajo.
1.4
Metode
Makalah
SSI suku bangsa Minangkabau di nagari Gunung Rajo Kab. Tanah Datar ini, penulis
menggunakan metode kualitatif dengan
teknik pengumpulan data dan informasi melalui studi kepustakaan yakni dengan
cara menelaah literatur yang berkaitan dengan topik dan materi makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Sistem Stratifikasi Masyarakat Nagari Gunung Rajo Kab.Tanah Datar
Masyarakat
Nagari Gunung Rajo dalam kehidupannya sehari-hari tidak mengenal pelapisan social
dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut disebabkann atau dipengaruhi oleh
agama islam yang tidak mengajurkan adanya perbedaan atau pelapisan dalam
kehidupan bermasyarakat. Setiap manusia pada hakikatnya sama di sisi Allah,
tidak boleh saling membedakan. Hal itu di dukung oleh adat Minangkabau yang
menetapkan bahwa setiap orang:
“Duduak
samo randah,
tagak samo tinggi”.
Kalau ada seseorang yang dijadiakan pemimpin atau
dituakan, itupun tidak memberikan wewenang mutlak kepadanya tetapi hanya
“didahulukan selangkah, ditinggikan sapucuak”.
Oleh karena itu,
orang Minngkabau tidak memiliki pelapisan social yang sifatnya tirani, seperti halnya
kasta pada masyarakat Hindu dan budha. walaupun ada pada masa dahulu, pelapisan
itu hanya ada pada istilah urang asa (pribumi)
dan urang datang (pendatang) dalam kehidupan sehari-hari, urang asa ini
jelas lebih mempunyai kekuatan materil karena dia memiliki harta atau tanah
yang banyak. Sekarang ini, pembedaan tersebut tidak begitu dikenal lagi, karena
pendatang kadangkala secara ekonomis lebih tinggi dari pada urang asa.
Secara umum,
pengelompokkan yang terdapat dalam masyarakat Minangkabau khususnya masyarakat
Tabek terdiri atas: (1) Ninik mamak pemangku adat, (2) alim ulama, (3) cerdik
pandai, dan (4) orang kebanyakan. Ninik Mamak, Alim Ulama, Cerdik pandai pada
dasarnya disebut sebagai tungku tigo
sajarangan di Minangkabau , yakni orang yang menjadi pemimpin atau mengatur
kehidupan masyarakat nagari (orang kebanyakan).
1. Ninik Mamak (ketua adat).
Merupakan
seorang pemimpin dalam masyarakat Minangkabau yang bergelar “datuk” atau datuak.
Mereka bertugas memimpin suku atau kaumnya di dalam pergaulan dengan hidup
bermasyarakat dengan suku lainnya.
Di
nagarai Gunung Rajo yang terdiri dari
enam suku, dengan sendirinya terdapat enam orang penghulu suku (pucuk) dan
lazim disebut dengan “datuk nan baranam”. Mereka itu adalah yakni Datuk Pamuncak (Sungai
Napar), Datuk Lubuk Kayo (Melayu), Datuk Malano Nan Basa (Sijangko) dan Datuk
Rajo Penghulu (Ampek Ninik), Datuk Rangkai Basa (koto),Datuk Majo Lelo(jambak).
Keenam penghulu inilah yang mengambil keputusan dalam adat di nagari
GunungRajo. Di bawah penghulu pucuk ada dua anggotanya yang disebut Datuk Nan
Salapan dan di bawah Datuk Nan Salapan terdapat pula masing-masing dua anggota,
sehingga disebut Datuk nan Anam Baleh . Jadi hitungannya dalam satu suku
terdapat enam orang penghulu. Penghulu pucuk mengurus adat dalam kaum persukuan
dan segala keputusan ditetapkan oleh penghulu nan enam tadi. Apabila tidak
dapat diselesaikan persoalan tersebut, maka dibawa ke tingkat nagari.
Jumlah
penghulu di nagari Gunung Rajo seluruhnya adalah 24 datuk dari 6 suku yang ada
, di luar 20 datuk tersebut adalah tungganai-tungganai yang bergelar datuk
2. Alim Ulama
Yakni
orang yang biasanya disebut dengan “suluh bendang dalam nagari” yaitu kelompok
masyarakat yang tahu dengan aturan-aturan agama. Mereka adalah orang-orang yang
mendidik secara mental dan spiritual masyarakat ke jalana yang benar,
sebagaimana diajarkan oleh agama Islam. Mereka biasanya disebut dengan “orang
siak”, “angku ampek (empat suku)”, atau buya dan biasanya menjadi pemimpin pada
upacara perkawinan, kematian, keselamatan, menjadi imam sembahyang, mengajar
membaca Al Qur’an dan lainnya,
3. Cerdik Pandai
Yakni
orang yang sangat dihormati dan merupakan orang yang mempunyai wawasan
(pengetahuan) yang luas, serta memiliki kekayaan yang cukup. Orang ini menjadi
tempat bertanya bagi masyarakat atau oleh pemimpin di nagari dalam kehidupan
sehari-hari
4. Orang Kebanyakan
Yakni
kelompok masyarakat yang tidak termasuk ke dalam kelompok yang telah disebutkan
di atas, tapi merupakan rakyat abnyak atau biasa dalam suatu nagari. Mereka
lazim disebut anak nagari yang meliputi seluruh masyarakat nagari, laki-laki,
perempuan, tua muda, besar kecil.
2.2
Sistem Kekerabatan Masyarakat Nagari Gunung Rajo Kab.Tanah Datar
Masyarakat
nagari Gunung Rajo menganut prinsip keturunan berdasarkan garis keibuan atau
matrilineal. Kesatuan atau unit kerabat yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Gunung Rajo mulai dari yang terkecil adalah samande atau orang-orang yang berasal
dari satu ibu dan kumpulan dari beberapa unit samande adalah seninik, sedangkan kumpulan dari orang
seninik adalah sekaum, dan diatasnya
lagi adalah sesuku. Orang-orang yang
samande, seninik, sekaum dan sesuku adalah orang-orang yang seketurunan
berdasarkan garis keibuan. Orang yang sekaum berarti satu paruik dan biasanya
mendiami satu rumah gadang serta memiliki seorang penghulu.
Di nagari tabek
terdapat 4 buah suku yakni suku Melayu, suku Sungai Napar, suku Sijangko dan
suku Ampek Ninik. Suku sijangko dengan suku Melayu meupakan satu paying (suku
besar) sedangkan suku sungai Napar satu payung dengan suku Ampek Ninik.
Masyarakat nagari Tabek tidak mengenal adanya keluarga
inti (nuclear family) tapi bentuk
keluarga yang lebih luas (extended
family). Keluarga luas yang dimaksud adalah kaum yang biasanya mendiami
satu rumah gadang dan merupakan orang-orang saparuik. Dalam sebuah rumah gadang
bisa terdiri dari beberapa orang seninik dan samande yang kadangkala hidup
dalam satu dapur atau rumah tangga. Artinya, dalam sebuah keluarga atau rumah
tangga tidak saja terdiri dari ibu, ayah dan anak yang belum kawin (keluarga
batih) tetapi kadangkala ada juga nenek, saudara perempuan yang sudah kawin dan
orang lain’
Dalam
pergaulan sehari-hari bersama kerabat, terdapat aturan atau cara memanggil
anggota kerabat, baik kerabat ayah maupun ibu. Istilah atau cara memanggil yang
telah berlaku turun itu pada masyarakat nagari Tabek antara lain:
Peranan
Perempuan di Nagari Gunung rajo.
Perempuan sebagai pemegang kekuasan (matriarkat) dibidang keturunan,
harta dan tempat tinggalnya, kemudian beralih hanya sebagai penerus garis
keturunan belaka.Apakah ini berarti system matriarkat telah terkikis dengan
budaya baru. Apa impilikasinya bagi tatanan social minangkabau saat ini?
Lilik
Zurmailis memberikan jawabannya sebagai
berikut :
Ada beberapa hal yang menjadi catatan bagi saya, berkaitan dengan
posisi perempuan Minangkabau masa kini
Pertama, adanya degradasi nilai budaya yang tak bisa dihindari ketika
secara teritori Minangkabau masuk ke dalam wilayah Indonesia, yang patriarkhis,
yang menimbulkan dualitas sistem sosial dalam masyarakat: secara adat dan
administrasi negara. Hal ini berpengaruh pada melemahnya sistem adat di
Minangkabau, demikian juga posisi perempuan secara adat.
Kedua, bila dilihat dari realitas faktual bahwa harta pusaka milik kaum
tidak selamanya mampu menyokong kehidupan kaum perempuan, maka perempuan Minang
sepanjang yang saya amati tidak pula bermalas-malas karena dininabobokan
fasilitas yang ada, melainkan berjuang meningkatkan ekonomi keluarga melalui
berbagai keterampilan yang secara turun-temurun diwariskan, seperti menyulam,
bertenun,menganyam maupun berdagang.
Jadi disamping
mengurus rumah tangga, perempuan Minangkabau seperti yang dikatakan dalam adat
“ pandai bertenun, manerawang, pandai menjahit dan mamasak, pandai
mengurus rumah tangga’. Oleh adat dia diajar menjadi sosok yang tangkas ‘samuik
tapijak indak mati, alu tataruang patah tigo’. Jarang ada perempuan Minang yang
pasif dan hanya menunggu pemberian suami.
Ketiga, berkaitan dengan poin pertama, ada “pelemahan”
karena perubahan sistem tadi – yang menyebabkan melemahnya pemahaman adat di
satu sisi – menyebabkan perempuan Minang tidak lagi memahami posisi dan
fungsinya.
Keempat, Munculnya nilai baru yang menjadi anutan bagi sebagian besar
perempuan Minang, yang menganggap termasuk lingkup nilai-nilai adat
Minangkabau; maka mereka merasakan kenyamanan berperan di wilayah domestik
tadi.
2.3 Sistem Kebudayaan Masyarakat Nagari Gunung
Rajo Kab.Tanah Datar
Seiring
dengan kemajuan teknologi di bidang komunikasi dan transportasi yang begitu
pesat maka tidak dapat dielakkan telah membawa perubahan kebudayaan di Nagari
Gunung Rajo. Untuk melihat dan memahami perubahan tersebut, maka kebudayaan
dapat dibagi dalam tiga wujud.
Pertama,
wujud kebudayaan berupa ide, gagsan, norma, dan adat istiadat. Kedua, wujud
kebudayaan berupa sistem tindakan sosial. Ketiga, wujud kebudayaan berupa
benda-benda (fisik). Contoh paling nyata dari wujud kebudayaan materi adalah
bentuk rumah, alat transportasi, media komunikasi, pakaian , peralatan rumah
tangga dan sebagainya. Contoh paling nyata dari wujud kebudayaan sistem
tindakan sosial adalah cara makan, cara berpakaian, cara bertutur kata dan
sebagainya. Sedangkan wujud kebudayaan berupa norma dan adat istiadat adalah
norma-norma dalam berbicara, berpakaian, makan minum serta berkomunikasi.
2.3.1
Tatakrama Berbicara
Masyarakat
nagari Gunung Rajo dalam berbicara berpegang teguh terhadap Kato Nan Ampek
(kata yang empat) yakni:
1. Kato Mandata (Mendatar) :
digunakan kepada orang seusia seperti teman, saudara sepupu.
2. Kato Mandaki (Mendaki) :
digunakan kepada orang yang lebih tua seperti orang tua,kakak.
3. Kato Manurun (Menurun) :
digunakan kepada yang lebih muda seperti adik, dsb
4. Kato Malereng (Melereng) : digunakan
kepada orang yang baru dating dalam keluarga kita seperti bisan, pasumandan,
sumando.
Oleh
masyarakat Gunung Rajo, hal tersebut sangat dipegang erat sekali sehingga
keharmonisan dalam bertutur kata dapat terjaga denagn baik. Seorang penghulu
tidak boleh mengeluarkan kata-kata semena-mena terhadap yang muda-muda karena
bisa menurunkan martabatnya. Di nagari GunungRajo, ada kata yang tabu untuk
diucapkan kepada yang tua maupun yang lebih tua yakni kata “wa’ang” . walau
dalam keadaan apapun seperti emosi berlebihan tidak boleh mempawa’ang orang
yang lebih tua apalagi seorang penghulu. Jika hal itu terjadi mesti
diselesaikan secara adat, disidangkan dengan ninik mamak dalam nagari.
2.3.2
Tatakrama Berpakaian
Pakaian
yang dipakai masyarakat GunungRajo adalah berbeda sesuai tempat dan situasi
yang sedang berlangsung. Selain itu
pakaian remaja, setengah baya dan orang tua-tua berbeda-beda. Perbedaan
penggunaan pakaian lebih menonjol pada pakaian wanita sedangkan laki-laki
biasa-biasa saja.
2.4 Sistem kepemimpinan di Nagari Gunung Rajo
Nagari merupakan sebuah wilayah kekuasaan pemerintahan
adat dan budaya di Minangkabau pada masa lalu. Nagari memiliki daerah
kedaulatan, dan memiliki sistem birokrasi pemerintahan sendiri, yang terlepas
daripada sistem pemerintahan kerajaan di Pagaruyung. Nagari oleh raja diberi
hak dan tanggung jawab bagi mengurusi dan mengendalikan apa-apa yang terkait ke
atas kepentingan politik, adat, budaya, sosial dan kehidupan masyarakatnya.
Akan tetapi, raja berkewajiban memantau tentang pengurusan pemerintahan nagari
boleh berlaku seperti apa. Apakah hanya keluar dari undang-undang kerajaan,
atau politik pemerintahan nagari berlawanan dengan politik kerajaan. Selain
daripada itu, raja juga berkewajiban mengutip cukai ke atas masing-masing
nagari. Sungguhpun demikian nagari diberi kebebasan oleh pihak kerajaan guna
mengurusi dirinya sendiri mengenai politik, adat, budaya dan ekjonomi.
Bagaimana cara atau sistem yang mereka guna sama ada untuk mereka jalankan.
Menurut Imran Manan (dalam Alfar Arbi, 1999 : 27) beliau
menghujahkan bahwa nagari merupakan sebuah negara mini (kecil) di dalam
kerajaan Minangkabau masa lalu. Nagari memiliki birokrasi pemerintahan yang
tiada sama diantara mereka, walaupun secara asas mereka sama-sama berasaskan
demokrasi, akan tetapi struktur pemerintahannyanya terkadang berbeda. Namun
secara asas politik dan ideologi seluruh nagari memiliki soalan dan tujuan yang
sama. Nagari merupakan sebuah wilayah merdeka. Artinya, ia memiliki kemerdekaan
daripada ekonomi, adat-istiadat, budaya, politik dan sosial serta hak asasi
manusia.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Sistem
dan struktur social masyarakat nagari GunungRajo kabupaten Tanah Datar memiliki
sistem lapisan masyarakat (stratifikasi sosial) yakni dengan adanya ninik
mamak, alim ulama, cerdik pandai yang memiliki peranan yang dominan dalam
masyarakat nagari Gunung Rajo. Serta dalam system kekerabatan masyarakat nagari
Gunung Rajo menganut prinsip matrilineal dimana garis keturunan menurut garis
ibu. Dalam realitanya yang terjadi terjadinya kemerosotan peran perempuan dalam
masyarakat Gunung Rajo.
Dan
juga dalam system kebudayaan masyarakat
nagari Gunung Rajo memiliki beberapa tatakrama yang digunakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Sistem kepemimpinanya adalah berpatokan kepada Nagari
yang di pimpin oleh seorang Wali Nagari.
3.2
Saran
Dalam
sistem kebudayaan terutama tatakrama berpakaian perlunya kerjasama antara
keluarga dengan mamak serta masyarakat
dalam memperbaiki cara atau kebiasaan berpakaian remaja masyarakat nagari
Gunung Rajo terkhusus pada remaja wanita. Karena pada zaman modern dan globalisasi saat ini
sanagt mudah pengaruh atau efek negative akan mempengaruhi remaja saat ini
terutama dalam hal berpakaian dan juga peran kaum perempuan di nagari Gunung
Rajo agar lebih bisa menjalankan sesuai dengan ketetapanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Azrul,dkk.2003.Tatakrama Suku Bangsa Minangkabau di Kabupaten Tanah Datar
Propinsi
Sumatera Barat.Padang:
PPST
Imran Manan. 1999. Alfar arbi/kepemimpinan di minangkabau. Padang:
PPST
bro..
BalasHapus